PEMIKIRAN MURTADHA MUTHAHHARI
(Telaah Pemikirannya tentang Hijab)
DOI:
https://doi.org/10.61595/progresif.v8i2.297Keywords:
Hijab, Jilbab, Khimar, Satr, AuratAbstract
Istilah Hijab sebenarnya sudah dikenal sebelum Islam, yaitu di Iran Yahudi, dan India. Pemberlakuan hijab pada wanitia, karena dilandasi oleh empat foktor, yaitu; faktor filsafat persemedian dan rahbaniah, yaitu teori yang mengajarkan jika manusia ingin mencapai hakikat tertinggi harus meninggalkan kelezatan dunia, salah satu faktornya adalah wanita. Kedua faktor sosial, faktor ini muncul karena ketidakadilan dan tidak aman, sehingga harta kekayaan dan istri, harus disembunyikan, supaya tidak dirampas oleh penguasa. Ketiga faktor ekonomi, ini muncul karena anggapan laki-laki, bahwa wanita itu, hanya sebuah alat yang dipergunakan untuk menjalankan urusan-urusan rumah tangga dengan baik dan mangasuh anak. Keempat faktor etis, foktor ini disebabkan ego laki-laki yang ingin memiliki wanita secara pribadi, sehingga tidak terima jika istrinya berbicara dengan laki-laki lain. Dan kelima faktor psikologis, faktor ini timbul dari perasaan rendah diri dari wanitia, karena perbedaan fisik dan kebiasaannya datang bulan, sehingga harus mengasingkan diri di dalam rumah.
Menurut Muthahhari Islam tidak menganjurkan wanita mengurung diri di dalam rumah dan tidak pernah keluar. Karena dalam Islam tidak ada indikasi yang menjelaskan untuk mengurung wanita di dalam rumah. bagi Muthahhari, hijab dalam Islam adalah untuk mengangkat martabat wanita dan berwibawa, sehingga tidak diganggu oleh laki-laki yang tidak bertanggungjawab. Menurutnya, Islam menganjurkan agar wanita menutup badannya ketika berbaur dengan laki-laki, tidak memepertontonkan kecantikan atau perhiasannya, sebagaimana QS. Al-Nur, 31... “...Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya...”
Dari ayat ini pula, Muthahhari menjelaskan bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat dan harus ditutupi kecuali wajah dan telapak tangan. karena menutupinya cukup memberatkan karena hal itu sangat sulit bagi wanita. Jadi tidak ada pilihan lain dari mempergunakan kedua tangannya untuk mengambil dan memberi serta membuka wajahnya, khususnya pada saat dalam kesaksian, pemeriksaan pengadilan dan dalam perkawinan, demikian juga keterpaksaan untuk berjalan di jalan-jalan yang dibutuhkan untuk menyingkap yang di bawah betis, yakni dua telapak kaki, terutama wanita- wanita miskin.